(tahap2) Referensi Jurnal Yang Relevan
Nama : Fahmi Aziz Kaisar
NPM : 202246500670
Kelas : R3I
Mata Kuliah : Filsafat Seni
Dosen : Dr.Sn. Angga Kusuma Dawami M. Sn
Perbandingan 30 Artikel Meliputi
Objek, Teori/Pendekatan, Analisis, dan Kesimpulan
1. Analisis Karya lukisan penangkapan pangeran di ponogoro dengan teori Clive Bell dan Roger Fry
Teori : Clive Bell dan Roger Fry
Lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro menggambarkan momen penting dalam sejarah Indonesia yang dicatat dalam bentuk seni lukis. Dalam menganalisis lukisan ini dengan pendekatan teori seni Clive Bell dan Roger Fry, kita dapat mengeksplorasi berbagai aspek:
Clive Bell: Signifikansi Estetis
Clive Bell menekankan pada gagasan signifikansi estetis yang murni. Baginya, karya seni yang membangkitkan reaksi emosional yang signifikan pada penonton adalah karya seni yang baik. Dalam konteks lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro, Bell mungkin akan menyoroti elemen visual yang menciptakan respons emosional pada penonton, seperti penggunaan warna, komposisi, atau teknik artistik yang dramatis.
Roger Fry: Pentingnya Forma, Warna, dan Gaya
Roger Fry, seperti Bell, juga memperhatikan estetika visual dalam karya seni. Fry menekankan pentingnya bentuk, warna, dan gaya dalam karya seni. Dalam lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro, Fry mungkin akan memperhatikan elemen-elemen formal seperti penggunaan warna, proporsi, serta gaya artistik yang digunakan untuk menggambarkan kejadian sejarah tersebut.
Analisis Lukisan dengan Perspektif Teori Clive Bell dan Roger Fry
Dalam konteks lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro, keduanya akan menyoroti elemen visual yang mempengaruhi respons estetis penonton. Mereka mungkin akan menyoroti cara lukisan ini memanfaatkan teknik artistik dan elemen visual untuk mengkomunikasikan dramatisme dan kekuatan emosional dari momen sejarah yang digambarkan.
Kesimpulan
Melalui pendekatan teori Clive Bell dan Roger Fry, dapat dipahami bahwa lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro memiliki dimensi estetis yang kuat. Baik Bell maupun Fry akan menyoroti elemen visual dalam karya ini yang bertujuan untuk membangkitkan respons emosional pada penonton. Lukisan ini tidak hanya merupakan dokumentasi sejarah, tetapi juga sebuah karya seni yang memanfaatkan teknik dan elemen visual untuk menciptakan dampak estetis yang kuat pada pemirsa.
2. Analisis karya Seni Lukisan Berburu Rusa dengan teori Mimesis plato
Teori : Mimesis plato
Teori Mimesis Plato mengemukakan bahwa seni adalah tiruan dari realitas yang sudah merupakan tiruan dari Bentuk-Bentuk Ideal atau Ide-ide. Terapan teori ini dalam analisis lukisan berburu rusa dapat mengarah pada pemahaman bahwa lukisan tersebut merupakan representasi kedua dari realitas.
Analisis
Plato meyakini bahwa seni, sebagai tiruan dari tiruan, memiliki keterbatasan karena tidak mampu mencapai kebenaran yang absolut. Lukisan berburu rusa, sebagai hasil karya seni, merupakan interpretasi subjektif dari adegan tersebut oleh sang seniman. Seniman memilih bagaimana merepresentasikan momen tersebut melalui penggunaan warna, komposisi, dan gaya lukisan yang mencerminkan pandangan pribadinya terhadap realitas.
Kesimpulan
Dalam konteks teori Mimesis Plato, lukisan berburu rusa adalah contoh dari seni sebagai tiruan yang merupakan interpretasi subjektif dari realitas, bukan refleksi dari kebenaran yang absolut.
3. Karya seni lukis Nyi Roro Kidul dengan teori Alexander Gottlieb Baumgarten
Teori : Alexander Gottlieb Baumgarten
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, Alexander Gottlieb Baumgarten adalah seorang filsuf yang terkenal karena kontribusinya dalam mengembangkan konsep estetika. Teorinya menekankan pengalaman estetis yang bersifat sensorik dan keindahan sebagai sarana untuk menyampaikan ide atau pemikiran.
Analisis
Dalam konteks lukisan Nyi Roro Kidul, teori Baumgarten dapat diterapkan dengan mempertimbangkan bagaimana lukisan tersebut merangsang indra-indra penonton untuk menciptakan pengalaman estetis yang mendalam. Lukisan itu mungkin menggunakan unsur-unsur visual yang kuat, komposisi yang menggugah, dan penggunaan warna yang mencolok untuk menciptakan efek emosional dan estetis yang kuat.
Baumgarten percaya bahwa seni, termasuk lukisan, adalah cara untuk menyampaikan ide atau makna melalui pengalaman sensorik yang indah. Dalam hal ini, lukisan Nyi Roro Kidul dapat dianggap sebagai sarana untuk mengkomunikasikan cerita atau makna yang terkandung di balik karya seni tersebut melalui pengalaman estetis yang ditawarkannya kepada penonton.
Kesimpulan
Dalam konteks teori estetika Baumgarten, lukisan Nyi Roro Kidul diinterpretasikan sebagai medium untuk mengkomunikasikan ide atau makna melalui pengalaman sensorik yang indah. Lukisan tersebut menghadirkan keindahan visual yang dapat membangkitkan respons emosional dan memfasilitasi pemahaman terhadap cerita atau makna yang terkandung di dalamnya.
4. Analisis Kaya Seni Lukis Mona Lisa dengan teori Hans Vaihinger
Teori : Hans Vaihinger
Hans Vaihinger, seorang filsuf Jerman, dikenal karena karyanya yang berjudul "The Philosophy of 'As If'" ('Die Philosophie des Als Ob'). Dalam karyanya, Vaihinger memperkenalkan konsep "sebagai jika" (as if), di mana manusia sering menggunakan konstruksi mental atau konsep fiksi dalam pemikiran dan tindakan mereka, bahkan jika mereka tahu bahwa konsep tersebut tidak sepenuhnya sesuai dengan realitas.
Ketika melihat lukisan Mona Lisa karya Leonardo da Vinci, terdapat beberapa kemungkinan koneksi dengan konsep "sebagai jika" yang diperkenalkan oleh Vaihinger
Analisis
Ekspresi Misteri: Lukisan Mona Lisa terkenal karena senyumnya yang misterius yang telah menarik perhatian penonton selama berabad-abad. Ekspresi wajah yang ambigu ini dapat diinterpretasikan sebagai contoh dari "sebagai jika" atau konstruksi fiksi yang memicu imajinasi dan spekulasi penonton. Penonton mencoba mengisi kekosongan informasi dalam ekspresi tersebut dengan interpretasi subjektif mereka sendiri.
Kesengajaan Pembuat Karya: Leonardo da Vinci dipandang sebagai seorang polimatik yang sangat sadar akan teknik artistiknya. Ada kemungkinan bahwa da Vinci sengaja menciptakan keambiguan dalam ekspresi Mona Lisa sebagai suatu teknik untuk mendorong penonton untuk menggunakan imajinasi mereka sendiri dalam menafsirkan lukisan tersebut.
Dalam konteks konsep "sebagai jika" yang diperkenalkan oleh Vaihinger, lukisan Mona Lisa mungkin merupakan contoh di mana konstruksi fiksi atau ketidakpastian dalam ekspresi wajahnya memunculkan interpretasi subjektif dari penonton. Hal ini menarik karena setiap penonton dapat memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap senyumnya, menciptakan realitas yang subjektif dan personal.
Kesimpulan
Sementara tidak ada korelasi langsung antara lukisan Mona Lisa dan teori Vaihinger tentang "sebagai jika", interpretasi subjektif yang ditimbulkan oleh ekspresi misterius pada lukisan tersebut dapat dihubungkan dengan konsep konstruksi fiksi atau realitas subjektif yang diperkenalkan oleh Vaihinger dalam karyanya. Lukisan Mona Lisa menjadi contoh konkret di mana penonton dibiarkan menafsirkan karya tersebut sesuai dengan imajinasi dan perspektif mereka masing-masing, menciptakan pengalaman "sebagai jika" dalam menginterpretasi seni.
5. Analisis Karya seni Lukis The Starry Night dengan teori Theodor Lipps
Teori : Theodor Lipps
Theodor Lipps, seorang filsuf Jerman, terkenal karena karyanya dalam estetika dan psikologi. Salah satu konsep penting yang diperkenalkan oleh Lipps adalah teori tentang "empathy" atau "Einfühlung" dalam pengalaman estetika.
Lukisan "The Starry Night" karya Vincent van Gogh sering kali dilihat sebagai ekspresi emosional yang kuat dari keadaan mental pelukisnya. Menghubungkan teori Lipps tentang "empathy" dengan karya seni ini.
Analisis
Einfühlung (Empathy) dalam Karya Seni: Teori Lipps tentang "empathy" atau "Einfühlung" mengacu pada kemampuan manusia untuk merasakan atau menyerap emosi yang diungkapkan dalam karya seni atau objek lain. Lukisan "The Starry Night" dengan kuasannya yang kuat, warna yang berani, dan representasi langit bintang yang dramatis dapat memicu reaksi emosional dari penonton, mengundang perasaan tertentu dan mengakibatkan reaksi yang dapat dirasakan oleh individu yang melihatnya.
Pengalaman Subyektif: Teori Lipps juga menekankan pengalaman subyektif dalam karya seni. Lukisan "The Starry Night" cenderung membangkitkan perasaan subjektif yang kuat pada penonton. Kombinasi warna-warni yang berani dan pergerakan kuas yang dinamis mungkin memungkinkan penonton untuk merasakan dan mengalami emosi yang sama atau serupa yang dirasakan oleh pelukis saat menciptakan karya tersebut.
Dalam konteks teori Lipps tentang "empathy" atau "Einfühlung", lukisan "The Starry Night" dapat dianggap sebagai karya seni yang kuat dalam membangkitkan perasaan emosional dan memungkinkan penonton untuk merasakan pengalaman subjektif yang kuat. Karya seni ini mungkin memicu reaksi emosional dan pengalaman estetika yang mendalam bagi individu yang melihatnya, menciptakan hubungan emosional yang kuat antara karya seni dan penontonnya.
Kesimpulan
Lukisan "The Starry Night" karya Vincent van Gogh dapat dianalisis dalam konteks teori "empathy" atau "Einfühlung" yang diperkenalkan oleh Theodor Lipps. Penggunaan warna yang kuat dan kuas yang dinamis dalam lukisan ini dapat memicu reaksi emosional yang mendalam dan pengalaman subjektif bagi penontonnya, mencerminkan kekuatan ekspresif dan daya tarik emosional dari karya seni tersebut.
6. Analisis Karya Seni Lukis The Last Supper dengann teori Rudolf Hermann Lotze
Teori : Rudolf Hermann Lotze
Rudolf Hermann Lotze, filsuf Jerman abad ke-19, dikenal karena kontribusinya dalam bidang metafisika, epistemologi, dan estetika. Salah satu teorinya adalah tentang estetika yang mencakup ide bahwa pengalaman estetika adalah kombinasi antara persepsi dan emosi.
Ketika kita melihat lukisan "The Last Supper" karya Leonardo da Vinci, kita melihat representasi mendasar dari momen penting dalam tradisi Kristen, yaitu makan malam terakhir Yesus Kristus bersama para murid-Nya sebelum penyaliban-Nya. Lukisan ini dianggap sebagai salah satu karya seni paling ikonik dalam sejarah seni dan memiliki banyak elemen yang mempengaruhi pemahaman estetika.
Analisis
Dalam teori Lotze, pengalaman estetika melibatkan persepsi visual dan emosi. Dalam konteks "The Last Supper," lukisan ini tidak hanya menciptakan representasi visual dari momen penting dalam sejarah agama, tetapi juga memengaruhi emosi penonton. Ekspresi wajah para karakter, komposisi, penggunaan cahaya, dan elemen dramatis lainnya dalam lukisan ini dapat memicu reaksi emosional yang kuat dari penonton, dari rasa kekaguman hingga refleksi spiritual.
Lotze juga menekankan bahwa pengalaman estetika bukan hanya tentang persepsi visual semata, tetapi juga melibatkan emosi. Dalam "The Last Supper," elemen dramatis, naratif, dan keagamaan yang terkandung di dalamnya dapat menimbulkan reaksi emosional yang dalam, merangsang pemikiran dan perasaan penonton tentang kisah dan makna di balik lukisan tersebut.
Kesimpulan
Melalui teori Lotze tentang estetika yang menggabungkan persepsi visual dengan pengalaman emosional, kita dapat menginterpretasikan lukisan "The Last Supper" karya Leonardo da Vinci sebagai karya seni yang tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga memicu reaksi emosional dan refleksi yang mendalam tentang makna spiritual dan naratif keagamaan yang terkandung di dalamnya. Lukisan ini menjadi karya seni yang memengaruhi kedua aspek persepsi dan emosi penontonnya.
7. Analisis Karya Seni lukis Penciptaan Adam dengan teori Jhon Dewey
Teori : Jhon Dewey
John Dewey, seorang filsuf dan pendidik Amerika yang terkenal, memiliki pandangan yang luas tentang estetika, pendidikan, dan pengalaman manusia. Salah satu teori pentingnya adalah konsep "pengalaman estetika" dan kontribusinya dalam bidang estetika pragmatis.
Lukisan "Penciptaan Adam" yang terkenal karya Michelangelo merupakan bagian dari langit-langit Kapel Sistine di Kota Vatikan. Lukisan ini menggambarkan momen dari Kitab Kejadian di mana Tuhan menciptakan Adam, manusia pertama, yang dianggap sebagai representasi ikonik dalam sejarah seni.
Analisis
Dewey, dalam pandangannya tentang estetika, menekankan pentingnya pengalaman estetika sebagai bagian dari pengalaman manusia yang lebih luas. Ia memandang seni sebagai proses pengalaman yang melibatkan persepsi, refleksi, dan emosi. Dalam konteks lukisan "Penciptaan Adam," beberapa konsep Dewey dapat diterapkan:
Pengalaman Estetika sebagai Pengalaman Penuh: Menurut Dewey, pengalaman estetika bukan hanya tentang kesenangan visual semata, tetapi tentang pengalaman penuh yang melibatkan pikiran, emosi, dan refleksi. Lukisan "Penciptaan Adam" bisa memicu reaksi emosional yang mendalam pada penonton karena menggambarkan momen ikonik dalam cerita agama, menimbulkan refleksi spiritual dan filosofis.
Hubungan antara Seni dan Pengalaman: Dewey menekankan pentingnya hubungan antara seni dan pengalaman manusia. Lukisan Michelangelo bisa menjadi medium yang memungkinkan penonton merenungkan eksistensi manusia, penciptaan, dan hubungan dengan yang ilahi, menciptakan pengalaman yang lebih dalam daripada sekadar visual.
Pendidikan Estetika: Dewey menekankan peran estetika dalam pendidikan. Lukisan "Penciptaan Adam" bisa menjadi sumber pendidikan estetika karena menginspirasi pemirsa untuk melihat, merenung, dan memahami aspek spiritual dan keagamaan yang terkandung di dalamnya.
Dalam konteks teori Dewey tentang pengalaman estetika dan seni sebagai bagian dari pengalaman manusia yang lebih luas, lukisan "Penciptaan Adam" memiliki potensi untuk menghadirkan pengalaman penuh bagi penonton. Karya seni ini mungkin mampu merangsang refleksi, emosi, dan pemahaman mendalam tentang aspek spiritual manusia.
Kesimpulan
melalui konsep-konsep Dewey tentang pengalaman estetika dan peran seni dalam pengalaman manusia, lukisan "Penciptaan Adam" karya Michelangelo bisa dianggap sebagai karya seni yang memperkaya pengalaman penontonnya, menciptakan kesempatan untuk refleksi mendalam dan pengalaman spiritual dalam pengalaman estetika mereka.
8. Analisis Karya Seni Lukis The Scream dengan teori Yrjo Hirn
Teori : Yrjo Him
Yrjö Hirn adalah seorang sejarawan seni Finlandia yang dikenal karena kontribusinya dalam pemahaman estetika seni rupa. Salah satu teori penting yang diperkenalkannya adalah teori tentang ekspresi dalam seni.
"Lukisan The Scream" karya Edvard Munch adalah salah satu karya seni paling terkenal dalam sejarah seni modern. Lukisan ini menggambarkan seorang figur yang tampaknya merasakan kepanikan dan keputusasaan yang mendalam, dengan latar belakang langit merah yang menyeramkan.
Analisis
Teori ekspresi seni Hirn, menyoroti pentingnya ekspresi dalam karya seni sebagai cara untuk menyampaikan atau menggambarkan keadaan emosional. Dalam konteks lukisan "The Scream," terdapat korelasi yang kuat dengan teori Hirn:
Ekspresi Emosional yang Kuat: "The Scream" dikenal karena ekspresi yang intens dari kecemasan, ketakutan, dan keputusasaan. Melalui bentuk, warna, dan komposisi, lukisan ini secara kuat mengkomunikasikan perasaan yang mendalam dari subjeknya, menciptakan efek emosional yang kuat pada penonton.
Pentingnya Ekspresi dalam Karya Seni: Hirn menekankan bahwa ekspresi dalam karya seni adalah sarana untuk menyampaikan atau mengkomunikasikan emosi dan pengalaman manusia. "The Scream" dianggap sebagai contoh yang sangat baik dalam seni rupa untuk mengkomunikasikan kondisi emosional manusia, yang bisa memberikan pengalaman yang kuat bagi penontonnya.
Daya Tarik Seni melalui Ekspresi: Menurut teori Hirn, karya seni yang kuat adalah yang mampu menyampaikan ekspresi emosional yang mendalam. "The Scream" menjadi ikon dalam seni modern karena kemampuannya dalam menggambarkan keadaan emosional manusia yang kuat, sehingga menarik minat penontonnya.
Dalam konteks teori Yrjö Hirn tentang pentingnya ekspresi dalam seni rupa, lukisan "The Scream" karya Edvard Munch bisa dilihat sebagai karya yang efektif dalam menyampaikan emosi yang mendalam. Ekspresi yang intens dari kecemasan dan ketakutan dalam lukisan ini membuatnya menjadi salah satu karya seni yang paling kuat dan mengesankan dari segi ekspresi emosional manusia.
Kesimpulan
lukisan "The Scream" dapat diinterpretasikan dalam konteks teori ekspresi seni Yrjö Hirn, karena kemampuannya yang kuat dalam menyampaikan dan menggambarkan keadaan emosional manusia melalui ekspresi yang intens dan mendalam. Lukisan ini mempertegas pentingnya ekspresi dalam membawa pesan emosional dalam karya seni rupa.
9. Analisis Karya seni lukis Girl With A Pearl Earring dengan teori Leo Tolstoy atau Lev Nikolayveich
Teori : Leo Tolstoy atau Lev Nikolayveich
Leo Tolstoy, penulis besar Rusia, memiliki pandangan yang cukup khas terhadap seni. Salah satu teorinya tentang seni adalah bahwa seni yang baik adalah seni yang mampu mengkomunikasikan emosi yang mendalam dari pembuat karya kepada penontonnya. Teori ini sering kali disebut sebagai "teori emosi" Tolstoy tentang seni.
Analisis
"Lukisan Girl with a Pearl Earring" oleh Johannes Vermeer adalah salah satu karya seni yang sangat dihargai dalam sejarah seni rupa. Tolstoy percaya bahwa seni yang hebat adalah seni yang mampu menyampaikan emosi yang kuat dari pembuat karya kepada penontonnya. Dalam konteks lukisan ini, ada beberapa elemen yang dapat dikaitkan dengan teori Tolstoy:
Ekspresi Emosional dalam Lukisan: Tolstoy akan mengapresiasi kemampuan lukisan Vermeer untuk menyampaikan emosi tertentu melalui ekspresi dan posisi subjeknya. Meskipun ekspresi yang ditampilkan oleh gadis tersebut tidak ekstrem, kehadiran ekspresi yang halus dan misterius di wajahnya bisa memancing spekulasi dan refleksi emosional dari penonton
Komunikasi Emosi: Tolstoy meyakini bahwa seni yang baik adalah seni yang mampu mengkomunikasikan emosi yang dirasakan oleh pembuat karya. Dalam lukisan ini, terdapat kehalusan yang memancing penonton untuk merenungkan dan menciptakan emosi yang mungkin ditemui oleh subjek dalam lukisan tersebut.
Daya Tarik Emosional kepada Penonton: Menurut Tolstoy, seni yang hebat harus memiliki daya tarik emosional yang kuat bagi penonton. "Girl with a Pearl Earring" terkenal karena kemampuannya dalam menarik perhatian penonton dan membuat mereka terlibat dalam mencari tahu lebih lanjut tentang ekspresi dan misteri yang terkandung di dalamnya.
Dalam konteks teori Tolstoy tentang seni yang berfokus pada ekspresi emosional dari pembuat karya ke penonton, lukisan "Girl with a Pearl Earring" bisa dilihat sebagai contoh yang efektif. Meskipun ekspresi yang ditampilkan tidak ekstrem, kehalusan dan misteri dalam lukisan ini mampu memancing emosi dan refleksi dari penonton.
Kesimpulan
lukisan "Girl with a Pearl Earring" oleh Johannes Vermeer dapat dianalisis dalam konteks teori Tolstoy tentang seni yang fokus pada komunikasi emosi dari pembuat karya kepada penonton. Kehalusan ekspresi subjek dan daya tarik misterius dari lukisan ini menjadikannya karya seni yang memancing perenungan dan refleksi emosional bagi penontonnya.
10. Analisis Karya Seni Lukis The Cyclops dengan Teori Zeno
Teori : Zeno
Lukisan "The Cyclops" menggambarkan mitos tentang Cyclops dalam mitologi Yunani, makhluk raksasa dengan satu mata di tengah dahinya. Sementara itu, Zeno adalah seorang filsuf Presokratik yang terkenal karena paradoks-paradoksnya yang terkenal, terutama yang terkait dengan gerakan dan ruang.
Analisis
Kesimpulan
Paradoks Zeno: Salah satu paradoks yang terkenal dari Zeno adalah paradoks Achilles dan Kura-kura, di mana Zeno mengajukan argumen bahwa dalam sebuah perlombaan, jika Kura-kura diberi keunggulan awal, Achilles tidak akan pernah bisa mengejar dan melewati Kura-kura. Argumen ini menyoroti masalah paradoks gerakan dan konsep tak terbatas dari ruang dan waktu.
Cyclops dan Dimensi Alternatif: Dalam mitos Cyclops, kita melihat makhluk dengan satu mata di tengah dahinya. Pemikiran Zeno tentang paradoks, terutama yang berkaitan dengan ruang dan dimensi, mungkin akan membawa interpretasi bahwa Cyclops mewakili eksistensi dimensi atau realitas alternatif. Kemampuan Cyclops yang unik dapat diinterpretasikan sebagai simbol dari apa yang di luar pemahaman kita tentang dimensi atau realitas yang lain.
Hubungan lukisan "The Cyclops" dengan teori Zeno adalah bahwa konsep tentang Cyclops dalam mitos Yunani dapat dihubungkan dengan gagasan Zeno tentang dimensi alternatif atau realitas yang tak terpahami. Kemampuan Cyclops yang unik untuk melihat dunia dalam dimensi yang berbeda dapat dianggap sebagai perwakilan dari pemikiran Zeno tentang paradoks dan eksistensi dimensi lain yang mungkin ada di luar pemahaman kita.
Lukisan ini, meskipun menggambarkan mitos klasik tentang Cyclops, dapat diinterpretasikan secara filosofis dengan mengaitkannya dengan pemikiran Zeno tentang paradoks gerakan dan ruang, membawa pandangan bahwa makhluk seperti Cyclops mungkin mewakili konsep realitas alternatif atau dimensi yang belum terpahami secara keseluruhan oleh manusia.
11. Analisis Karya Seni Lukis Oedipus and The Sphinx dengan Teori Empedocles
Teori : Empedocles
Lukisan "Oedipus and The Sphinx" menggambarkan momen saat Oedipus memecahkan teka-teki Sphinx dalam mitologi Yunani klasik. Empedocles adalah seorang filsuf Presokratik yang dikenal karena pandangannya tentang "empat elemen" dan teorinya tentang cinta dan pertentangan.
Analisis
Teori Empedocles tentang Empat Elemen: Empedocles memperkenalkan gagasan bahwa segala sesuatu dalam alam semesta terdiri dari empat elemen dasar: tanah, air, udara, dan api. Ia juga berpendapat bahwa kombinasi dan pemisahan elemen-elemen ini membentuk berbagai objek dan fenomena dalam alam semesta.
Cinta dan Pertentangan: Empedocles juga memperkenalkan konsep cinta (love) dan pertentangan (strife) sebagai dua kekuatan yang mempengaruhi pergerakan dan transformasi elemen-elemen. Cinta menyatukan elemen-elemen menjadi kesatuan, sementara pertentangan memisahkan mereka.
Dalam konteks lukisan "Oedipus and The Sphinx," hubungan dengan teori Empedocles dapat dilihat sebagai representasi simbolis dari konflik dan perjuangan batin. Pertemuan antara Oedipus dan Sphinx mungkin diinterpretasikan sebagai konflik antara cinta (love) dan pertentangan (strife) yang dijelaskan oleh Empedocles.
Oedipus mewakili kebijaksanaan dan pengetahuan manusia, sementara Sphinx melambangkan teka-teki dan rahasia. Dalam perjuangan untuk memecahkan teka-teki Sphinx, Oedipus menggunakan kecerdasan dan pengetahuan untuk mengungkap rahasia itu. Interpretasi ini dapat dikaitkan dengan konsep Empedocles tentang cinta (love) sebagai kekuatan yang menyatukan pengetahuan dan pertentangan (strife) sebagai tantangan yang harus diatasi untuk mengungkap kebenaran.
Kesimpulan
Lukisan "Oedipus and The Sphinx" dapat diinterpretasikan sebagai representasi simbolis dari konflik antara pengetahuan dan teka-teki, di mana teori Empedocles tentang cinta dan pertentangan dapat digunakan untuk menggambarkan dinamika ini. Dalam konteks ini, karya seni tersebut menjadi penggambaran visual yang mengilustrasikan perjuangan manusia dalam menghadapi tantangan, mengungkapkan kompleksitas batin, dan pencarian pengetahuan yang mendalam.
12. Analisis Karya Seni Lukis Pallas and the Centaur dengan teori Anaxagoras
Teori : Anaxagoras
Anaxagoras adalah seorang filsuf Presokratik yang terkenal dengan konsepnya tentang "Nous" atau "Intellect" yang dipahaminya sebagai kekuatan kreatif yang mengatur alam semesta. Dia mengemukakan bahwa segala sesuatu terbentuk dari partikel-partikel kecil yang disebut "nous" yang merupakan intelek murni, yang mengatur dan mengatur segalanya dalam alam semesta.
Analisis
Dalam konteks figur Pallas (Athena) dan Centaur dalam mitologi Yunani, kita dapat melihat kemungkinan analogi dengan konsep Anaxagoras tentang "Nous" atau "Intellect" dalam menciptakan keteraturan dan kebijaksanaan di alam semesta.
Pallas (Athena) sering dianggap sebagai dewi kebijaksanaan, perang, dan seni dalam mitologi Yunani. Dalam penggambarannya sebagai dewi yang bijaksana dan terkendali, ada keterkaitan dengan konsep kebijaksanaan atau intelek dalam pandangan Anaxagoras.
Sementara itu, Centaur, sebagai makhluk setengah manusia setengah kuda, mungkin mencerminkan elemen yang lebih primordial atau kasar dalam kaitannya dengan kekuatan alam atau aspek manusia yang lebih animalistik. Dalam kaitannya dengan teori Anaxagoras, Centaur mungkin mewakili sisi yang kurang teratur atau lebih "materi" dalam alam semesta, yang diatur oleh "Nous" atau kekuatan intelek.
Kesimpulan
karya seni spesifik yang saya bisa rujuk sebagai "Pallas and the Centaur," figur Pallas (Athena) dan Centaur dalam konteks mitologi Yunani bisa dihubungkan dengan konsep-konsep filosofis Anaxagoras tentang kebijaksanaan, kekuatan intelektual, dan keteraturan dalam alam semesta, serta peran intelek dalam mengatur aspek yang lebih kasar atau materi dalam kehidupan dan alam semesta.
13. Analisi Karya Seni lukis Kelahiran Venus dengan teori Leucippus
Teori : Leucippus
"Kelahiran Venus" adalah sebuah lukisan terkenal karya Sandro Botticelli yang menggambarkan dewi Venus yang sedang lahir dari cangkang kerang di tengah laut, dikelilingi oleh makhluk-makhluk mitologis seperti Zephyr dan Horai (Musa angin dan musim). Lukisan ini sangat terkenal dalam seni rupa Renaisans dan merupakan salah satu karya paling ikonik dari era tersebut.
Sementara itu, Leucippus adalah seorang filsuf Presokratik yang bersama dengan muridnya, Democritus, mengembangkan teori atomisme. Mereka menyatakan bahwa segala sesuatu terdiri dari partikel-partikel tak terbagi yang disebut "atomos" atau atom, yang bergerak dalam hampa tanpa akhir dan menggabung dalam berbagai cara untuk membentuk materi.
Analisis
Kaitan antara lukisan "Kelahiran Venus" dengan teori atomisme Leucippus mungkin terletak pada pandangan kosmologi dan kosmogoni. Lukisan ini menggambarkan penciptaan dewi Venus, tetapi dari sudut pandang mitologis, bukan dari sudut pandang fisik atau kimiawi seperti yang diuraikan dalam teori atomisme.
Namun, jika kita mencoba untuk membuat koneksi, kita bisa mengaitkan tema keindahan, harmoni, dan kesempurnaan dalam lukisan "Kelahiran Venus" dengan pandangan kosmologi Leucippus tentang atomisme. Konsep tentang keindahan yang dipresentasikan dalam lukisan bisa menjadi analogi terhadap harmoni yang dianggap Leucippus tercipta dari partikel-partikel atom dalam menciptakan alam semesta.
Kesimpulan
Lukisan "Kelahiran Venus" dengan teori Leucippus, kita bisa mencoba membuat asosiasi antara gagasan keindahan dan harmoni dalam karya seni tersebut dengan konsep atomisme Leucippus yang menekankan pada aspek-aspek dasar materi yang membentuk alam semesta. Namun demikian, hubungan langsung antara lukisan tersebut dengan teori atomisme Leucippus tidaklah jelas atau terdokumentasikan.
14. Analisis Karya Seni Lukis Bacchus And Ariande dengan teori Joseph Beuys
Teori : Joseph Beuys
Lukisan "Bacchus and Ariadne" adalah karya terkenal dari pelukis Italia abad ke-16, Tiziano Vecellio (dikenal sebagai Titian). Lukisan ini menggambarkan mitos Yunani tentang Bacchus (Dionysus), dewa anggur dan kesenangan, yang bertemu dengan Ariadne, putri raja Minos dari Kreta. Sementara itu, Joseph Beuys adalah seorang seniman kontemporer Jerman yang terkenal dengan karyanya yang menggabungkan seni, politik, dan filosofi.
Pertama-tama, perlu diingat bahwa Joseph Beuys adalah seorang seniman kontemporer yang hidup pada abad ke-20, sementara lukisan "Bacchus and Ariadne" diciptakan oleh Titian pada abad ke-16. Oleh karena itu, tidak ada hubungan langsung antara karya seni ini dengan teori khusus yang dikemukakan oleh Joseph Beuys. Namun, kita dapat melihat kedua konsep tersebut dari perspektif seni kontemporer dan cara pandang Beuys terhadap seni dan masyarakat.
Beuys dikenal karena konsepnya tentang "sosial skulptur" atau "sculpture sociale" yang mengaitkan seni dengan kehidupan sehari-hari dan masyarakat. Pendekatan ini menekankan pada peran seniman sebagai agen perubahan sosial, bukan hanya sebagai pencipta karya seni.
Analisis
Lukisan "Bacchus and Ariadne", kita bisa menafsirkan unsur-unsur mitologi dan narasi sebagai representasi simbolis dari kekuatan alam, kebahagiaan, dan ketenangan serta perubahan emosional. Karya seni tersebut bisa dianggap sebagai cerminan kebebasan ekspresi dan kehidupan manusia dalam suasana penuh kegembiraan dan pesona.
Meskipun tidak ada hubungan langsung antara karya seni ini dengan teori khusus Beuys, kita dapat melihat interpretasi seni kontemporer sebagai pendekatan yang mencoba menggabungkan seni dengan kehidupan sehari-hari dan peran seniman dalam transformasi sosial, dengan elemen dari karya seni "Bacchus and Ariadne" yang menghadirkan keindahan dan narasi mitologis.
Kesimpulan
Meskipun tidak ada koneksi langsung antara lukisan "Bacchus and Ariadne" dengan teori Joseph Beuys, kita dapat melihatnya dari perspektif seni kontemporer dan peran seniman dalam hubungannya dengan masyarakat serta pandangan Beuys tentang seni sebagai alat untuk merubah dan mempengaruhi masyarakat.
15. Analisis Karya Seni Lukis Perseus dan Andromeda, Oleh Anton Raphel Mengs dengan teori Richard Demarco
Richard Demarco adalah seorang tokoh seni yang terkenal karena kontribusinya dalam mendukung seni kontemporer, terutama di Skotlandia. Dia dikenal sebagai kurator pameran seni yang mempengaruhi banyak seniman dan menciptakan platform bagi seni eksperimental dan avant-garde. Teori-teori yang terkait dengan seni dan peran seniman dalam masyarakat memang menjadi fokus perhatian Demarco, namun, tidak ada teori atau pandangan spesifik dari Demarco yang secara khusus terkait dengan lukisan "Perseus and Andromeda".
Jika ingin mengeksplorasi hubungan antara seni klasik yang menggambarkan mitologi seperti "Perseus and Andromeda" dengan konsep atau teori seni kontemporer yang diadvokasi oleh Demarco, kita bisa mencoba menganalisis bagaimana karya seni klasik ini, melalui mitos dan narasi yang diungkapkan, mungkin menimbulkan inspirasi atau tema bagi seniman modern atau kontemporer dalam karya mereka.
Misalnya, kisah Perseus dan Andromeda dapat diinterpretasikan sebagai representasi kekuatan, pelindung, atau pahlawanisme dalam melawan kejahatan dan menyelamatkan yang lemah. Bagi seniman kontemporer, tema-tema seperti keberanian, perlindungan, atau pembebasan mungkin tetap relevan dan dapat dijadikan inspirasi dalam karya mereka.
16. LUKISAN PRASEJARAH GUA LEANG-LEANG KABUPATEN MAROS, SULAWESI SELATAN: KAJIAN SIMBOL S. K. LANGER
Analisis :
Lukisan di gua Leang-Leang merupakan salah satu artefak budaya sebagai bukti kekayaan dan simbol peradaban manusia. Lukisan merupakan abstraksi ide-ide, religi mitis, dan sumber pandangan hidup masyarakat prasejarah. Makna simbol lukisan mampu membongkar dan menjelaskan ide-ide tentang religi, interaksi sosial, estetik, dan pandangan hidup masyarakat prasejarah. Melalui teori estetika simbolis S. K. Langer merupakan simbol ekspresi. Karya seni merupakan simbol seni secara khusus. Lukisan prasejarah gua Leang-Leang sebagai karya seni merupakan simbol seni itu sendiri. Lukisan merupakan simbol presentasional, makna simbolnya harus dilihat dari keseluruhan bukan parsial. Bentuk ekspresi inilah disebut karya seni yang merupakan proyeksi dari gejolak perasaan. Lukisan prasejarah gua Leang-Leang adalah virtual space, atau gambaran dari mitos-mitos yang dipercayai dalam kehidupan masyarakatnya penafsiran simbol-simbol seperti gambar-gambar manusia, hewan, atau objek tertentu. Langer berfokus pada pemahaman simbol-simbol sebagai representasi nilai-nilai budaya, kepercayaan, atau mungkin aspek spiritual dalam masyarakat prasejarah.
Kesimpulan :
Lukisan prasejarah merupakan simbol ekspresi dan bentuk hidup (living form). Lukisan prasejarah adalah suatu bentuk simbol ekspresi yang diciptakan bagi persepsi masyarakat pendukungnya lewat pencitraan. Hal yang diekspresikan adalah perasaan manusia prasejarah yang mampu menangkap fenomena alam yang sulit untuk diungkapkan.
Perbandingan dengan artikel saya One: Number 31, 1945 adalah karya seni abstrak ekspresionis yang berbeda secara signifikan dengan lukisan prasejarah di Gua Leang-Leang. Gua Leang-Leang mencerminkan seni rupestrian prasejarah dengan simbol-simbol yang mungkin memiliki makna ritual atau mitologis, sementara One: Number 31, 1945 adalah representasi ekspresionis yang lebih bebas, tidak menampilkan gambar yang mudah diidentifikasi.
17. ANALISIS ESTETIS LUKISAN KACA CIREBON TEMA SEMAR DAN MACAN ALI
Teori/Pendekatan : Bohanna & Glazer
Analisis :
Lukisan kaca merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kebudayaan Cirebon. Kebudayaan sendiri merupakan totalitas dari pengalaman manusia. Menurut Bohanna dan Glazer (1988), kebudayaan atau peradaban diambil dalam pengertian etnografi yang luas adalah keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kapabilitas dan kebiasan-kebiasaan lainnya yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan sendiri tidak bersifat statis, karena berbagai faktor yang berasal dari dalam maupun luar, kebudayaan menjadi bersifat dinamis dan tidak terlepas dari perubahan-perubahan.
Karya Dolorosa ini merupakan karya tiga dimensi atau karya seni patung. Karya patung Dolorosa yang ditampilkan di atas menggunakan tekstur kasar, sehingga mampu membangun sebuah dinamika dan mempu menghadirkan suasana sedih, prihatin dan penuh penderitaan, hal ini terlihat jelas dari keseluruhan karya. Pada karya ini Dolorosa tidak ragu-ragu mengekspresikan perasaannya sesuai dengan realita yang terjadi di lingkungannya. Realita itu tergambar jelas dari karya seni patungnya yang bersifat ekspresif. Media yang digunakannya juga merupakan media yang memiliki kualitas ketahanan tinggi yakni perunggu. Dolorosa sendiri merupakan keturunan dari suku Batak yang memiliki kekerabatan patrilineal yaitu garis keturunan berdasarkan bapak (laki-laki), keturunan dari pihak bapak (laki-laki) dinilai mempunyai kedudukan lebih tinggi serta hak-haknya juga akan mendapatkan lebih banyak. Dengan latar belakang seperti ini Dolorosa mengungkapkannya melalui karya seni patung yang bersifat ekspresif. Hal ini yang nantinya di analsis dengan pendekatan interpretasi.
Seni dapat memberikan kesembuhan bagi kesehatan mental dan fisik serta menjadi suatu bentuk terapi. Sesuai dengan kalimat tersebut, dapat diartikan bahwa melukis merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan dalam melakukan terapi atau penyembuhan terhadap penyakit mental seseorang. Menurut penulis, metode ini dapat dihubungkan dengan bentuk terapi terhadap rasa kurang percaya diri seseorang, tidak terkecuali Radi Arwinda. Hal tersebut diperkuat kembali dengan beberapa hasil karya dari Radi Arwinda yang didalamnya memiliki karakteristik berupa potret dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Karakteristik dari karya lukis konvensional Radi Arwinda adalah penggunaan anatomi manusia yang dikombinasikan dengan anatomi hewan dimana hewan yang digambarkan terdiri dari babi dan kucing. Tidak jarang kombinasi yang dilakukan oleh radi arwinda terdiri dari gabungan antara anatomi makhluk hidup dengan benda mati, contohnya adalah kombinasi antara anatomi kucing dengan bentuk pesawat terbang. Adapun karakteristik dari latar belakang yang dibuat oleh Radi Arwinda, yaitu menggunakan motif batik Megamendung sebagai pelengkap dalam lukisannya.
Perbandingan dengan artikel saya memiliki perbedaan yang signifikan dalam gaya, teknik, dan ekspresi artistik. Radi Arwinda cenderung fokus pada unsur-unsur figuratif dengan sentuhan abstrak, sementara lukisan "One:Number 31" karya Jackson Pollock menonjolkan ekspresi abstraknya yang terkenal dengan teknik dripping.
pada dasarnya lukisan kaca Cirebon adalah salah satu bentuk seni kerajinan. Kesan simetris yang masih bisa ditemui pada lukisan kaca Cirebon berangkat dari filosofi Islam yang mengangkat kesempurnaan. Seni kerajinan ini sifatnya turun temurun dan memiliki ciri khas daerah dengan tema-tema dan obyek-obyek visual yang dibuatnya.
Perbandingan dengan artikel One: Number 31 adalah penggunaan warna, komposisi, dan teknik ekspresionis dalam keduanya dapat memberikan wawasan tentang perbedaan dan persamaan dalam ekspresi artistik mereka. Lukisan kaca Cirebon mungkin menunjukkan pengaruh budaya lokal, sementara karya Jackson Pollock cenderung lebih abstrak dan individualistik dalam pendekatan seni ekspresionis abstraknya.
18. Analisis Karya seni lukis Yusrul Sami
Teori/Pendekatan : Edmund Burke Feldman & Vera L. Zolberg
Analisis :
Yasrul Sami dalam melukis menghadirkan objek yang tidak biasa terdiri dari bentuk geometris sederhana, huruf, dan angka. Setiap seniman memiliki kecenderungan di dalam proses berkarya, Yasrul Sami dengan pengamatan luar biasa dan spontanitas yang ia miliki mampu menciptakan sebuah karya abstrak hampir pada keseluruhan karyanya Kecenderungan Yasrul Sami dalam melukis abstrak yang menghadirkan simbol angka dan huruf yang tidak biasa ini menjadi pemicu ketertarikan peneliti dalam meneliti karya-karya abstrak seni lukis Yasrul Sami.
Kesimpulan :
Yusrul Sami cenderung menghadirkan karya seni lukis dengan pendekatan yang lebih representatif dan terkait dengan nuansa lokal atau pesan personal. sementara perbandingan dengan artikel saya lukisan "One: Number 31, 1945" karya Jackson Pollock lebih menonjolkan gaya abstrak ekspresionis yang menciptakan gerakan dan energi melalui teknik percikan cat dan goresan acak. Perbedaan ini mencerminkan variasi dalam pendekatan seni, dari representasional hingga abstrak, serta tujuan ekspresif dan estetika yang berbeda di antara keduanya
19. Analisis makna warna lukisan pada karya WADJI M.S di Sukodono Sidoarjo
Teori/Pendekatan : Rustarmadi
Analisis :
karya lukis Wadji M.S mempunyai karakter yang memberikan kesan menarik pada sang penikmat dan belum adanya pnelitian yang relevan tentang warna pada lukisan Wadji Iwak Penalaran pada konsepsi tebuah kehidupan ia tuangkan pada sebuah kanvas yang bertajuk lukisan menjadi karya yang sangat menarik sekaligus mempesona, dan cukup bisa diperbincangkan, dan juga bertujuan untuk memperkenalkan serta memberikan informasi yang tepat pada penikmat seni yang lainnya. Mungkin juga pada kesempatan ini sang penukis bisa berfikir tentang apa yang difikirkan oleh sang seniman dan merangkum berbagai hal apa yang difikirkan oleh sang seniman (Wadji Iwak) melalui karya-karyanya.
Kesimpulan :
Perbandingan antara lukisan WADJI M.S dengan artikel saya mengenai lukisan One: Number 31, 1945 karya Jackson Pollock menunjukkan perbedaan dalam konteks lokal dan global, penggunaan warna yang terkait dengan budaya tertentu, serta pendekatan artistik yang mencerminkan ekspresi emosional personal dan universalitas.
20. Analisis Tanda dalam karya seni grafis Reza Satra Wijaya
Teori/Pendekatan : Charles Sanders Peirce
Analisis :
Konsep visual karya ini menggunakan permainan catur yang merupakan permainan adu taktik dan strategi, namun dalam penyajiannya ada diskursus baru (new discourse) yang dihadirkan oleh seorang Reza di dalam karyanya. Karya ini sudah dipamerkan di lobi gedung Hoerijah Adam dalam pameran Tugas Akhir mahasiswa jurusan Seni Murni Institut Seni Indonesia Padangpanjang. Bentuk visual yang ditampilkan dalam karya ini cukup mencuri perhatian penulis karena digarap sebaik mungkin dan dapat dijadikan acuan dalam perkembangan seni grafis di Sumatera, khususnya dalam dunia akademik Institut Seni Indonesia Padangpanjang. Di sisi lain, si seniman sangat memperhatikan aspek-aspek prinsip penyusunan rupa dalam melahirkan karya ini, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh (unity). Pesan simbolik yang terkandung di dalam karya ini cukup menarik untuk di telusuri, melalui karya ini si seniman mencoba memberikan kritikan dengan harapan mampu mengubah tatanan baru yang lebih baik untuk negeri ini
kesimpulan :
Wujud sebuah karya seni bukan sekedar persoalan menyusun elemen-elemen rupa berdasarkan prinsip penyusunan, akan tetapi persoalan lain yang jauh lebih penting adalah bagaimana tanda berupa pesan simbolik yang ingin disampaikan siseniman melalui karyanya. Struktur tanda yang ada dalam karya seni grafis ini mencoba melahirkan diskursus baru dengan mengaitkan satu objek dengan objek lainnya. Ekspresi yang dituangkan ke dalam medium seni merupakan suatu kebaruan dan belum pernah terumuskan sama sekali melalui kode-kode yang ada. Dengan segala kemampuannya siseniman melahirkan tanda-tanda baru di dalam karyanya dengan cara mengaitkan suatu objek dengan objek lainnya berdasarkan suatu aturan yang berlaku secara umum (konvensi)
Perbandingan dengan artikel saya karya Reza Sastra Wijaya cenderung menggunakan teknologi digital dalam karyanya, sementara Lukisan One: Number 31 adalah karya lukisan tradisional yang memperlihatkan gerakan dan ekspresi spontan melalui tumpahan cat
21. Analisis Estetika pada Karya Seni Patung Dolorosa Sinaga
Analisis :
Kesimpulan :
Kesatuan yang membentuk sebuah karya seni yang baik dan indah tidak terlepas dari unsur-unsur yang membangunnya yakni garis, bidang, warna, tekstur, dan lain sebgainya, kesemuanya itu disusun berdasarkan asas penyusunan dengan mempertimbangkan harmoni, keselarasan, dan keseimbangan. Pada karya yang dihadirkan Dolorosa Sinaga di atas, nampaknya Dolorosa sudah memahami hal tersebut sehingga karya yang dihadirkan mempunyai kesatuan yang utuh, bervariasi, dan tidak menoton.
Perbandingan dengan artikel saya pengamatan terhadap elemen-elemen seperti bentuk, warna, tekstur, dan ekspresi artistik. Patung cenderung menekankan dimensi tiga, sementara lukisan dapat mengeksplorasi ruang dua dimensi. Dolorosa Sinaga mungkin mengekspresikan estetika melalui bentuk tubuh dan ekspresi wajah, sementara Lukisan "One: Number 31" bisa menonjolkan estetika melalui penggunaan warna dan komposisi. Yang satu mungkin lebih fokus pada realisme anatomi, sementara yang lain mungkin lebih mengutamakan abstraksi dan ekspresi.
22. ANALISIS SEMIOTIKA MAKNA MOTIVASI PADA LIRIK LAGU “LASKAR PELANGI” KARYA NIDJI
Teori/Pendekatan : Ferdinand de Saussure
Analisis : Lagu yang diteliti adalah lirik lagu yang berjudul “Laskar Pelangi”, lagu ini terdapat dalam album ketiga Nidji yang berjudul “For All”. Seperti yang telah tertulis di atas bahwa lagu-lagu dalam album ketiga mereka ini terdapat makna yang ingin disampaikan yaitu makna motivasi dalam bermimpi, Lirik lagu "Laskar Pelangi" karya Nidji menciptakan makna motivasi melalui semiotika dengan menggambarkan semangat, keberanian, dan kegigihan. Simbol pelangi mewakili harapan dan cita-cita, sementara "laskar" menunjukkan semangat juang. Metafora pelangi yang memecah kegelapan dapat diartikan sebagai mengatasi kesulitan dalam mencapai tujuan. Bahasa poetik dalam lirik menciptakan daya tarik emosional, memotivasi pendengar untuk mengejar impian meski dihadapkan pada tantangan.
Kesimpulan :
makna dalam lirik lagu Nidji yaitu makna pesan Motivasi yang terdapat dalam lirik lagu berjudul “Laskar Pelangi”. Peneliti menemukan adanya cerita dibalik lirik lagu tersebut, tentunya bercerita tentang motivasi dalam menggapai mimpi,motivasi yan tercermin dari bait pertama yang menceritakan tentang bahwa mimpi, angan–angan yang dicita–citakan adalah kunci atau alat yang digunakan untuk membuka harapan –harapan menaklukkan dunia
Perbandingan dengan artikel saya keduanya memerlukan pendekatan yang berbeda karena medium yang berbeda pula. Lirik lagu lebih terkait dengan kata-kata dan musik, sementara lukisan fokus pada elemen visual
23. Analisis Konsep Penciptaan Seni Lukis Kaligrafi Islami Karya Ahmad Mustofa Bisri
Teori/Pendekatan : Nana Syaodih Sukmadinata
Analisis :
Pada proses penciptaan karya Seni Lukis Kaligrafi Islami, KH Ahmad Mustofa Bisri lebih cenderung mengedepankan pengungkapan isi hati dan dorongan hati. Sehingga dorongan tadi memicu penemuan ide – ide baru dalam penentuan obyek pada karya. Proses penentuan obyek juga dilakukan dengan pertimbangan tentang bagaimana menyampaikan dzikir dan doa kebaikan dalam sebuah tulisan indah serta tidak melanggar aturan dalam agama islam. Penerapan lafadz masih memakai aturan khat tertentu namun dengan sedikit menolak aturan tersebut yaitu menambahkan beberapa improvisasi goresan.
Kesimpulan :
Penciptaan karya Seni Lukis Kaligrafi Islami, Ahmad Mustofa Bisri dipengaruhi latar belakang kehidupan. Konsep penciptaannya adalah lafadz doa dan dzikir. Ahmad Mustofa Bisri menyampaikan materi, mengajak dan mengingatkan tentang kebaikan doa dan dzikir dalam Seni Lukis Kaligrafi Islami. Lafadz doa dan dzikir divisualisasikan secara spontan, dinamis, ekspresif dan sederhana, dengan menekankan pada kedalaman makna dari lafadz kaligrafinya. Ahmad Mustofa Bisri dalam memvisualisasikan ide seni lukis dengan berpegang kaidah agama Islam ; berupa larangan menggambar yang menyerupai makhluk hidup.
Perbandingan dengan artikel saya Penciptaan seni lukis kaligrafi Islami karya Ahmad Mustofa Bisri lebih menonjolkan nilai-nilai estetika dan spiritualitas Islam, sementara pada Lukisan One: Number 31 karya Jackson Pollock cenderung pada ekspresionisme abstrak dan kurang memiliki elemen kaligrafi.
24. ANALISIS KARAKTERISTIK KARYA SENI LUKIS RADI ARWINDA
Teori/Pendekatan : Teori Kritik Seni
Analisis :
Kesimpulan :
25. ANALISIS ESTETIK KARYA SENI LUKIS HENDRA GUNAWAN BERJUDUL NELAYAN II
Teori/Pendekatan : Kualitatif
Analisis :
Karya yang dibuat sekitar perang kemerdekaan atau yang bernuansa revolusi, diantaranya berhasil mengungkapkan suasana masa itu. Karya- karyanya tersebut di buat di tempat kejadian, baik sketsa maupun lukisan. Menilik karya Hendra yang langsung dikerjakan di tempat kejadian, memperlihatkan tehnik yang khusus. Melukis langsung di tempat kejadian dituntut cepat, dan tidak seleluasa melukis di studio. Pengaruh tuntutan melukis cepat ini terlihat pada penggarapan lukisannnya. Warna- warna bayak tercampur di atas kanvas. Garis-garis di buat dengan jalan menoreh langsung di atas cat yang masih basah. Penggambaran obyek lukisan Hendra juga jauh dari pendekatan realisme optis ataupun realisme sosial sebagaimana S. Sujojono dalam salah satu kurun. Lukisan Hendra tahun 50-an ditandai dengan beragamnya tema, dan dengan corak lukisan yang cenderung digayakan.
Kesimpulan :
Pada karyanya yang berjudul Nelayan II, terdapat unsur garis yang didominasi oleh garis semu, bidang geometri tak ditemukan pada karya ini, penggunaan warna yang kontras dan terang serta tingkat saturasi yang tinggi terdapat pada beberapa visual objek. Perbedaan intensitas warna pada visual objek manusia menimbulkan kesan volume dan adanya perspektif pada lukisan sehingga menciptakan ruang semu.
Perbandingan pada artikel saya keduanya memerlukan penilaian terhadap elemen-elemen estetik seperti warna, komposisi, teknik penggambaran, serta ekspresi artistik. Hendra Gunawan cenderung menggunakan warna-warna cerah dan motif yang merefleksikan kehidupan sehari-hari, sementara lukisan "One: Number 31" karya Jackson Pollock dikenal dengan teknik aliran percikan cat yang abstrak.
25. ANALISIS TEMA LUKISAN NATURALISME KARYA SUHENDRA HAMID PELUKIS SIMPASSRI MEDAN
Teori/Pendekatan : Deskriptif kualitatif
Analisis :
Suhendra Hamid adalah salah satu seniman Medan, Sumatera Utara, yang menekuni naturalisme dalam penciptaan karya lukisannya. Menampilkan ketekunan naturalisme yang mapan dan mengembangkan tema-tema yang berhubungan dengan alam. Ada lima jenis tema yang dapat diindetifikasi pada seni lukis naturalisme karya Suhendra Hamid. Dari setiap tema-tema menampilkan keterkaitan hubungan terhadap alam, lima jenis tema yang diklasifikasikan tersebut yaitu : tama alam, fauan, flora, buah, manusia dan alamnya. Karya lukis Suhendra Hamid mengekspreiksan tema-tema tentang alam.
Kesimpulan :
Hamid pengklasifikasian tema ditentukan berdasarkan kriteria obyek-obyek apa saja yang muncul pada setiap karya, hingga dengan demikian tema-tema lukis naturalime karya Suhendra Hamid dapat diklasifikasikan atau dikelompokkan ke dalam setiap jeni-jenis temanya. Karya lukis Suhendra Hamid yang berjumlah 26 karya diklasifikasikan ke dalam 5 jenis tema, yaitu tema alam, tema fauna, tema flora, tema manusia dan alamnya, dan tema buah. Untuk ke lima jenis tema tersebut terdapat 13 karya untuk tema alam, 5 karya tema fauna, 4 karya tema flora, 2 karya tema manusia dan alamnya dan 2 karya lagi untuk tema buah.
Perbandingan artikel saya perbandingan dengan lukisan "One: Number 31" karya Jackson Pollock mungkin sulit, karena Pollock dikenal dengan gaya abstrak ekspresionisnya. Perbedaan mendasar antara naturalisme Suhendra Hamid dan ekspresionisme abstrak Pollock melibatkan representasi objek nyata versus ekspresi emosional melalui goresan bebas dan tak terstruktur.
26. Analisis Semiotika Peirce Pada Lukisan Wanita dan Kaktus Karya Citra Sasmita
Teori/Pendekatan : Charles Sanders Peirce
Analisis :
Citra Sasmita merupakan perupa Bali yang memiliki konsistensi berkarya dengan mengangkat tema wanita. Lukisan Ukisan Citra sendiri tidak selalu pada objek wanita dan tanaman saja, beberapa objek lain seperti daging, anak panah, kepala babi. Hal yang menarik dari kaktus yang dilukis oleh Citra adalah kaktus-kaktus ini tumbuh di tempat yang tidak biasanya seperti pada tubuh manusia, seperti mulut, perut, kaki dan vagina yang dilukis secara gamblang.
Kesimpulan :
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan proses semiosis metaforis dan proses semiosis lainnya pada lukisan karya Citra Sasmita. Pada tahap pertama, peneliti mengidentifikasi proses semiosis metaforis dari tiap objek menggunakan dua skema yang berupa segitiga untuk mengenali similaritas dengan membandingkan kedua objek tersebut. Setelah proses semiosis metaforis maka selanjutnya adalah mendeskripsikan proses semiosis lainnya dengan menggunakan skema yang berupa segitiga yang menghubungkan representamen, objek dan interpretan.
Perbandingan artikel dengan lukisan One: Number 31 memungkinkan kita melihat perbedaan dalam representasi simbol dan tanda. Citra Sasmita mungkin menggunakan simbol wanita dan kaktus untuk menyampaikan pesan simbolis, sementara lukisan "One: Number 31" lebih terfokus pada penggunaan tanda dan garis geometris untuk menyampaikan makna. Peirce memandang bahwa tiga elemen dasar dalam tanda adalah ikon, indeks, dan simbol.
27. KONSEP SENI PADA KARYA SENI LUKIS ANAK USIA 4 SAMPAI 8 TAHUN
Teori/Pendekatan : Affandi
Analisis : anak-anak yang melibatkan dirinya dalam berkarya seni, pandangan egosentrisnya terhadap dunia sebenarnya adalah pandangan akan dirinya sendiri. Pada masa kanak-kanak anak akan mengekspresikan segala hal yang ia inginkan tanpa batasan-batasan tertentu. Bahkan anak menggunakan imajinasinya untuk menceritakan dirinya atau peristiwa yang dialaminya. Karena keinginan anak untuk menunjukkan keberadaan dirinya atau dikenal dengan sifat egosentrisme, maka anak kerap menempatkan dirinya sebagai tokoh utama dalam sebuah cerita
Kesimpulan : representasi diri yang menceritakan anak dengan dirinya sendiri, anak dengan masa depan, anak dengan keluarga, anak dengan lingkungan rumah, anak dengan alam, anak dengan objek imajinasi atau khayalan, dan anak dengan teman sebaya.
Perbandingan dengan artikel saya Karya seni lukis anak usia 4 sampai 8 tahun cenderung mencerminkan ekspresi spontan dan imajinatif, sedangkan Lukisan One: Number 31 karya Jackson Pollock adalah contoh seni abstrak ekspresionis yang kompleks. Perbandingannya mencakup tingkat abstraksi, teknik penggunaan medium, dan pemahaman seni yang terkait dengan perkembangan kognitif dan emosional pada usia tersebut.
28. Analisis Formal Seni Lukis Soegeng Tokio Tahun 2000 - 2015
Teori/Pendekatan : Estetika
Analisis :
estetika visual dari karya seni lukis Soegeng Toekio pada periode tahun tersebut. Bila memperhatikan hasil karya Soegeng Toekio yang menjadi topik penelitian ini, memunculkan bentuk-bentuk figur yang menyerupai bentuk figur dalam wayang beber yang menceritakan tentang legenda, mitos, cerita rakyat atau budaya dan tradisi yang berkembang di masa lalu, serta pilihan komposisi dari pengorganisasian unsur rupa dalam karyanya.
Kesimpulan :
29. ANALISIS NILAI ESTETIKA PADA KARYA SENI LUKIS ARYA SUDRAJAT DALAMPAMERAN “NGINDEUW”
Teori/Pendekatan : Estetika
Analisis :
Arya Sudrajat yang menciptakan karya menggunakan material barang bekas. Seniman Arya Sudrajat menggunakan kaleng, besi dan benda-benda yang berasal dari bahan logam lainnya untuk dijadikan sebagai objek lukisan dan material dalam karya seni instalasinya, hal ini ia lakukan sebagai bentuk respon kepada lingkungan tempat tinggalnya yaitu Desa Jelekong sebagai sentral industri lukisan. Bisa dibayangkan berapa banyak barang bekas yang sudah menumpuk di daerah tersebut tidak lain barang bekas tersebut berupa kaleng cat yang digunakan dalam memproduksi karya. Arya Sudrajat menampilkan karya-karyanya dalam sebuah pameran tunggal yang berjudul “Ngindeuw” yang berarti memungut dan pameran tersebut diselenggarakan di di Bale Tonggoh Selasar Sunaryo Art Space.
Kesimpulan :
karya Arya Sudrajat yang berjudul Timbris#1, dapat diketahui unsur-unsur serta prinsip-prinsip seni rupa yang menjadi indikator nilai estetis atau nilai keindahan karya lukisnya. Unsur-unsur tersebut seperti titik, garis, bidang, ruang, warna, tekstur dan gelap terang. Sedangkan prinsip-prinsipnya adalah kesatuan, keseimbangan, irama dan center of interest. Meskipun terdapat beberapa unsur yang terdapat di dalam karya seni lukis Timbris#1, akan tetapi unsur yang paling menyimbolkan karakter dari objek (kaleng) aslinya adalah unsur garis karena terdapat dua jenis unsur garis yaitu garis lengkung dan garis zigzag.
Perbandingan artikel saya antara karya seni lukis Arya Sudrajat dan lukisan "One: Number 31" tidak dapat dibuat secara langsung karena keduanya berasal dari konteks, gaya, dan periode seni yang berbeda. Arya Sudrajat mungkin memiliki ciri khasnya sendiri, sementara lukisan "One: Number 31" ciptaan Jackson Pollock memiliki gaya abstrak ekspresionis yang unik.
30. ANALISIS KARAKTERISTIK KARYA SENI LUKIS SAPARUL ANWAR PERIODE TAHUN 2017-2022
Teori/Pendekatan : Kualitatif
Analisis :
Terdapat beberapa seniman-seniman lombok yang bergaya Naif namun tidak seunik Saparul Anwar, hal yang membedakan dan yang menjadi unik dari Saparul Anwar adalah cara mengemas karyanya dengan pewarnaan konsep lokalitas yang dipinjam sebagai karakteristik warna dalam karyanya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan teknik yang digunakan Saparul Anwar dalam melukis, mendeskripsikan gaya lukisan Saparul Anwar, mengidentifikasi tema-tema lukisan Saparul Anwar, mendeskripsikan pesan-pesan yang disampaikan Saparul Anwar dalam lukisannya, serta mengidentifikasi karakteristik lukisan Saparul Anwar.
Kesimpulan :
Gaya lukisan dari Saparul Anwar saat ini ialah gaya naif ekspressionis, yang mana perbedaannya dengan yang sebelumnya dalam pengerjaannya halus namun sekarang lebih kasar dan spontanitas namun terkonsep dan lebih berani dan liar. Tentu hal tersebut sudah menjadi hal lumrah bagi setiap seniman dalam melakukan perubahan gaya lukis dimana dipengaruhi oleh keadaan seniman itu sendiri dan faktor-faktor disekitar yang dialami dan ditemukan oleh seniman itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar